TIPS PEMAKAIAN AC DAN KIPAS ANGIN
Kipas angin dan AC memang memberikan hawa sejuk di dalam sebuah ruangan. Banyak keluarga yang melengkapi rumahnya dengan kipas angin atau AC. Teknologi yang semakin canggih, kini juga dimiliki oleh kipas angin dan AC, dengan adanya self-timer dan remote control. Self timer memudahkan kita mengatur waktu sehingga AC atau kipas angin akan mati sendiri sesuai dengan waktu yang telah diatur. Sedangkan remote control, memudahkan kita menyalakan dan mematikan AC atau kipas angin tanpa perlu beranjak dari tempat duduk atau tempat tidur.
Meskipun demikian, di balik manfaat dan kepraktisannya, kita juga perlu mewaspadai dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan AC atau kipas angin yang terlalu lama, terlalu dingin atau bukan pada tempatnya. Menurut Dr.H. Muljono Wirjodiarjo, Sp.A(K) dari RS Internasional Bintaro, Tangerang, gangguan yang mungkin timbul antara lain:
Pemaparan terhadap udara yang terlalu dingin akan menyebabkan suhu badan menjadi terlampau dingin atau hipotermia. Hipotermia yang terlalu lama akan menimbulkan gangguan pada peredaran darah. Gangguan peredaran darah di bagian tubuh yang penting, misalnya otak, dapat menurunkan kesadaran atau pingsan. Bahkan pada bayi misalnya, dapat menimbulkan kematian yang mendadak (Sudden Infant Death/SID).
Pemaparan udara yang terlalu dingin dapat terjadi karena meletakkan kipas angin yang terlalu dekat, menyetel terlalu kuat dan mengarahkan secara langsung ke tubuh. Kapasitas AC yang terlalu besar bagi ukuran kamar juga dapat menyebabkan penurunan suhu udara yang terlalu dingin.
Anak-anak yang sudah cukup besar dan dapat menyetel kipas angin atau AC sendiri juga perlu dipantau. Bila AC dan kipas angin tidak dilengkapi dengan timer, besar kemungkinan suhu udara yang terlalu dingin akan terpasang terus. Oleh karena itu sebaiknya orang tua memeriksa kamar anak-anak untuk mencegah pemakaian AC atau kipas angin yang terlalu dingin.
Pada musim kemarau seperti sekarang, biasanya terjadi perbedaan suhu udara siang dan malam yang cukup besar. Kita harus ekstra hati-hati karena kipas angin atau AC yang kita anggap sudah disetel dengan cukup, ternyata menjadi terlalu dingin pada saat menjelang pagi karena udara di luar menurun.
Pemaparan hawa dingin pada tubuh yang tidak merata juga tidak baik bagi kesehatan. Pada bayi dan anak, misalnya karena bagian perut dan dadanya terbuka, dapat menyebabkan bagian yang terbuka menjadi lebih dingin dari bagian yang tertutup. Pada bayi, bila kebetulan dia mengompol dan tidak segera diganti popoknya, besar kemungkinan bagian pantat akan menjadi lebih dingin. Pemaparan suhu dingin yang tidak merata pada anak, dapat menyebabkan gejala seperti “masuk angin”. Bagian perut yang terbuka, bila terpapar angin atau udara dingin, dapat menyebabkan gejala sakit perut bahkan sampai mencret.
Anak yang sedang sakit tentu lebih rentan terhadap efek yang ditimbulkan oleh pemakaian kipas angin atau AC yang tidak benar ketimbang anak sehat. Anak yang sedang menderita panas sebaiknya ditempatkan pada ruangan yang suhunya cukup sejuk agar panas yang berlebihan di dalam tubuhnya dapat dipancarkan keluar tubuhnya. Mungkin anak akan sedikit menggigil karena kedinginan. Bila seperti itu, anak boleh diberi selimut yang tidak terlalu tebal agar pelepasan panas tidak semuanya ditahan oleh selimut. Pada saat panasnya mulai turun seringkali anak akan mengeluarkan banyak keringat. Segera seka keringat tersebut dengan handuk kering, jangan dibiarkan mengering sendiri untuk menjaga agar anak tidak menderita hipotermia.
Bagi anak yang menderita gangguan pernapasan, pemakaian kipas angin dan AC sebaiknya dibatasi mengingat kipas angin menyebabkan debu beterbangan. Sehingga bagi anak yang mempunyai bakat alergi, hal ini bisa mengakibatkan penyakit yang lebih serius. Dalam situasi seperti ini, AC mungkin lebih baik. Tapi AC yang filternya jarang dibersihkan juga dapat mengakibatkan terjadinya debu atau jamur. Perlu diketahui, pemakaian AC dapat menyebabkan udara kamar menjadi kering karena kandungan airnya sudah diambil oleh mesin AC. Bila anak sedang flu dibiarkan menghisap udara kering dalam jangka waktu lama, maka selaput lendir alat pernapasannya akan menjadi kering. Akibatnya dapat mengganggu fungsi pernapasannya. Ini akan berlanjut dengan hidung tersumbat dan mungkin sangat mudah berdarah (mimisan).
Hal yang perlu diperhatikan pada umumnya hampir sama dengan pemakaian AC di rumah. Namun demikian ada beberapa hal penting untuk diperhatikan. Pertama, periksalah knalpot mobil. Knalpot bocor menyebabkan tersedotnya asap ke dalam mobil melalui AC sehingga dapat mengakibatkan keracunan gas CO2. Walaupun knalpot tidak bocor, hindarilah kebiasaan berada di dalam mobil yang sedang berhenti dengan terus-menerus menghidupkan mesin, tanpa atau dengan memasang AC. Apalagi jika mobil sedang diparkir di tempat tertutup, misalnya di dalam garasi. Asap mobil yang terkumpul di bawah mobil atau di ruangan akan tersedot ke dalam ruangan mobil.
Bila perjalanan cukup jauh atau lama, seperti ke luar kota, untuk menyegarkan udara di dalam mobil, sering-seringlah membuka jendela agar udara segar masuk dan memungkinkan terjadinya sirkulasi udara dari luar ke dalam mobil.
AC di tempat umum tidak memungkinkan untuk disetel sesuai kehendak kita. Dalam hal ini kita tidak dapat berbuat banyak kecuali melindungi tubuh anak agar tidak terpapar hawa dingin secara berlebihan. AC di dalam pesawat terbang cenderung disetel dingin sehingga terasa sangat dingin. Dalam keadaan seperti itu, jangan segan-segan meminta selimut kepada pramugari, bila perlu mintalah selimut lebih dari satu helai.
Kelembaban udara di dalam kabin pesawat yang sangat rendah (udara menjadi kering) dapat menyebabkan mata menjadi merah dan terasa pedih. Selaput lendir hidung juga menjadi kering dan tenggorokan menjadi terasa kering dan sakit. Untuk mengatasinya kita dapat meminta handuk basah yang hangat dari pramugari, kemudian hisaplah dalam-dalam udara melalui handuk basah tersebut agar uap airnya dapat membasahi selaput lendir hidung. Lakukan ini sesering mungkin, terutama sangat dianjurkan bagi anak yang mempunyai bakat alergi (rinitis, asma, dll) atau anak yang menderita infeksi telinga yang berulang.